tag:blogger.com,1999:blog-82300104656230522442024-03-12T18:01:20.896-07:00pendidikanpendidikanhttp://www.blogger.com/profile/01828291730345725799noreply@blogger.comBlogger8125tag:blogger.com,1999:blog-8230010465623052244.post-87298698567024625072011-11-26T01:09:00.000-08:002011-11-26T01:09:10.457-08:00Filosofi pendidikanFilosofi pendidikan<br />
<br />
Pendidikan biasanya berawal saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia bisa mengajar bayi mereka sebelum kelahiran.<br />
Bagi sebagian orang, pengalaman kehidupan sehari-hari lebih berarti daripada pendidikan formal. Seperti kata Mark Twain, "Saya tidak pernah membiarkan sekolah mengganggu pendidikan saya."<br />
Anggota keluarga mempunyai peran pengajaran yang amat mendalam, sering kali lebih mendalam dari yang disadari mereka, walaupun pengajaran anggota keluarga berjalan secara tidapendidikanhttp://www.blogger.com/profile/01828291730345725799noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8230010465623052244.post-35833945046515544462011-11-26T00:38:00.000-08:002011-11-26T00:38:06.236-08:00Masalah Pendidikan di Indonesia<table style="background-color: #003366; color: #cccccc; font-family: Arial; font-size: 11px;"><tbody>
<tr><td border="1"><div align="center"><span class="judulartikel" style="color: #fffcc0; font-family: Tahoma; font-size: 17px;"><b>Masalah Pendidikan di Indonesia</b></span></div></td></tr>
<tr><td><div align="justify" class="textartikel" style="border-right-width: thick; font-family: arial; font-size: 14px; letter-spacing: inherit; padding-top: inherit; table-layout: auto;" title="Artikel UBB Terbaru ; Masalah Pendidikan di Indonesia"></div></td></tr>
<tr><td><div align="justify" class="textartikel" style="border-right-width: thick; font-family: arial; font-size: 14px; letter-spacing: inherit; padding-top: inherit; table-layout: auto;" title="Artikel UBB Terbaru : Masalah Pendidikan di Indonesia"><h2>Peran Pendidikan dalam Pembangunan</h2><br />
Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia unuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Bab ini akan mengkaji mengenai permasalahan pokok pendidikan, dan saling keterkaitan antara pokok tersbut, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya dan masalah-masalah aktual beserta cara penanggulangannya.<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Apa jadinya bila pembangunan di Indonesia tidak dibarengi dengan pembangunan di bidang pendidikan?. Walaupun pembangunan fisiknya baik, tetapi apa gunanya bila moral bangsa terpuruk. Jika hal tersebut terjadi, bidang ekonomi akan bermasalah, karena tiap orang akan korupsi. Sehingga lambat laun akan datang hari dimana negara dan bangsa ini hancur. Oleh karena itu, untuk pencegahannya, pendidikan harus dijadikan salah satu prioritas dalam pembangunan negeri ini.<br />
<br />
<h2>Pemerintah dan Solusi Permasalahan Pendidikan</h2><br />
Mengenai masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU Pendidikan kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kota dan kabupaten.<br />
<br />
Penyelesaian masalah pendidikan tidak semestinya dilakukan secara terpisah-pisah, tetapi harus ditempuh langkah atau tindakan yang sifatnya menyeluruh. Artinya, kita tidak hanya memperhatikan kepada kenaikkan anggaran saja. Sebab percuma saja, jika kualitas Sumber Daya Manusia dan mutu pendidikan di Indonesia masih rendah. Masalah penyelenggaraan Wajib Belajar Sembilan tahun sejatinya masih menjadi PR besar bagi kita. Kenyataan yang dapat kita lihat bahwa banyak di daerah-daerah pinggiran yang tidak memiliki sarana pendidikan yang memadai. Dengan terbengkalainya program wajib belajar sembilan tahun mengakibatkan anak-anak Indonesia masih banyak yang putus sekolah sebelum mereka menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun. Dengan kondisi tersebut, bila tidak ada perubahan kebijakan yang signifikan, sulit bagi bangsa ini keluar dari masalah-masalah pendidikan yang ada, apalagi bertahan pada kompetisi di era global.<br />
<br />
Kondisi ideal dalam bidang pendidikan di Indonesia adalah tiap anak bisa sekolah minimal hingga tingkat SMA tanpa membedakan status karena itulah hak mereka. Namun hal tersebut sangat sulit untuk direalisasikan pada saat ini. Oleh karena itu, setidaknya setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam dunia pendidikan. Jika mencermati permasalahan di atas, terjadi sebuah ketidakadilan antara si kaya dan si miskin. Seolah sekolah hanya milik orang kaya saja sehingga orang yang kekurangan merasa minder untuk bersekolah dan bergaul dengan mereka. Ditambah lagi publikasi dari sekolah mengenai beasiswa sangatlah minim.<br />
<br />
Sekolah-sekolah gratis di Indonesia seharusnya memiliki fasilitas yang memadai, staf pengajar yang berkompetensi, kurikulum yang tepat, dan memiliki sistem administrasi dan birokrasi yang baik dan tidak berbelit-belit. Akan tetapi, pada kenyataannya, sekolah-sekolah gratis adalah sekolah yang terdapat di daerah terpencil yang kumuh dan segala sesuatunya tidak dapat menunjang bangku persekolahan sehingga timbul pertanyaan ,”Benarkah sekolah tersebut gratis? Kalaupun iya, ya wajar karena sangat memprihatinkan.”<br />
<br />
<h2>Penyelenggaraan Pendidikan yang Berkualitas</h2><br />
<em>”Pendidikan bermutu itu mahal”</em>. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, — sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.<br />
<br />
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang kadang berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”.<br />
<br />
Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.<br />
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.<br />
<br />
<h2>Privatisasi dan Swastanisasi Sektor Pendidikan</h2><br />
Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).<br />
<br />
Dalam APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.<br />
<br />
Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan miskin.<br />
<br />
Hal senada dituturkan pengamat ekonomi <strong>Revrisond Bawsir</strong>. Menurut dia, privatisasi pendidikan merupakan agenda kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.<br />
<br />
Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Perancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.<br />
<br />
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk cuci tangan.***<br />
<br />
<br />
<center><br />
<hr /></center></div></td></tr>
</tbody></table><br class="Apple-interchange-newline" />pendidikanhttp://www.blogger.com/profile/01828291730345725799noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8230010465623052244.post-62147018188661752922011-11-26T00:36:00.000-08:002011-11-26T00:36:52.789-08:00pendidikanhttp://www.blogger.com/profile/01828291730345725799noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8230010465623052244.post-65583637015873001582011-11-26T00:32:00.000-08:002011-11-26T00:32:31.427-08:00<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : ”philosophia”. Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti : ”philosophic” dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” dalam bahasa Arab.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Para filsuf memberi batasan yang berbeda-beda mengenai filsafat, namun batasan yang berbeda itu tidak mendasar. Selanjutnya batasan filsafat dapat ditinjau dari dua segi yaitu secara etimologi dan secara terminologi.</div><div style="text-align: justify;"><span id="more-648"></span></div><div style="text-align: center;"><img alt="pengertian filsafat" border="0" src="http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2009/02/books.gif?w=150" width="150" /><br />
<a name='more'></a></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia – philien : cinta dan sophia : kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Seorang Plato mengatakan bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Lain halnya dengan Al Farabi yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya. Berikut ini disajikan beberapa pengertian Filsafat menurut beberapa para ahli:</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Aristoteles ( (384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Cicero ( (106 – 43 SM ) : filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “( the mother of all the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan )</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Paul Nartorp (1854 – 1924 ) : filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya .</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.</div><ol style="text-align: justify;"><li>Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )</li>
<li>Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )</li>
<li>Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )</li>
<li>Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi )</li>
</ol><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Notonegoro: Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Driyakarya : filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang penghabisan “.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sidi Gazalba: Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran , tentang segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan universal.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Harold H. Titus (1979 ): (1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi; (2) Filsafat adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan; (3) Filsafat adalah analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian ( konsep ); Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian manusia dan yang dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Hasbullah Bakry: Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan itu.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Prof. Mr.Mumahamd Yamin: Filsafat ialah pemusatan pikiran , sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Prof.Dr.Ismaun, M.Pd. : Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan qalbunya secara sungguh-sungguh , yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal, integral dan radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang sejati.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Bertrand Russel: Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah yang pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bisa dipastikan;namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian akal manusia daripada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dari semua pengertian filsafat secara terminologis di atas, dapat ditegaskan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut.</div>pendidikanhttp://www.blogger.com/profile/01828291730345725799noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8230010465623052244.post-51407390989319714462011-11-26T00:30:00.000-08:002011-11-26T00:31:19.967-08:00Masalah Pendidikan di Indonesia<table style="background-color: #003366; color: #cccccc; font-family: Arial; font-size: 11px;"><tbody>
<tr><td><div align="justify" class="textartikel" style="border-right-width: thick; font-family: arial; font-size: 14px; letter-spacing: inherit; padding-top: inherit; table-layout: auto;" title="Artikel UBB Terbaru : Masalah Pendidikan di Indonesia"><h2><br class="Apple-interchange-newline" />Peran Pendidikan dalam Pembangunan</h2><br />
Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia unuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Bab ini akan mengkaji mengenai permasalahan pokok pendidikan, dan saling keterkaitan antara pokok tersbut, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya dan masalah-masalah aktual beserta cara penanggulangannya.<br />
<br />
Apa jadinya bila pembangunan di Indonesia tidak dibarengi dengan pembangunan di bidang pendidikan?. Walaupun pembangunan fisiknya baik, tetapi apa gunanya bila moral bangsa terpuruk. Jika hal tersebut terjadi, bidang ekonomi akan bermasalah, karena tiap orang akan korupsi. Sehingga lambat laun akan datang hari dimana negara dan bangsa ini hancur. Oleh karena itu, untuk pencegahannya, pendidikan harus dijadikan salah satu prioritas dalam pembangunan negeri ini.<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
<h2>Pemerintah dan Solusi Permasalahan Pendidikan</h2><br />
Mengenai masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU Pendidikan kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kota dan kabupaten.<br />
<br />
Penyelesaian masalah pendidikan tidak semestinya dilakukan secara terpisah-pisah, tetapi harus ditempuh langkah atau tindakan yang sifatnya menyeluruh. Artinya, kita tidak hanya memperhatikan kepada kenaikkan anggaran saja. Sebab percuma saja, jika kualitas Sumber Daya Manusia dan mutu pendidikan di Indonesia masih rendah. Masalah penyelenggaraan Wajib Belajar Sembilan tahun sejatinya masih menjadi PR besar bagi kita. Kenyataan yang dapat kita lihat bahwa banyak di daerah-daerah pinggiran yang tidak memiliki sarana pendidikan yang memadai. Dengan terbengkalainya program wajib belajar sembilan tahun mengakibatkan anak-anak Indonesia masih banyak yang putus sekolah sebelum mereka menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun. Dengan kondisi tersebut, bila tidak ada perubahan kebijakan yang signifikan, sulit bagi bangsa ini keluar dari masalah-masalah pendidikan yang ada, apalagi bertahan pada kompetisi di era global.<br />
<br />
Kondisi ideal dalam bidang pendidikan di Indonesia adalah tiap anak bisa sekolah minimal hingga tingkat SMA tanpa membedakan status karena itulah hak mereka. Namun hal tersebut sangat sulit untuk direalisasikan pada saat ini. Oleh karena itu, setidaknya setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam dunia pendidikan. Jika mencermati permasalahan di atas, terjadi sebuah ketidakadilan antara si kaya dan si miskin. Seolah sekolah hanya milik orang kaya saja sehingga orang yang kekurangan merasa minder untuk bersekolah dan bergaul dengan mereka. Ditambah lagi publikasi dari sekolah mengenai beasiswa sangatlah minim.<br />
<br />
Sekolah-sekolah gratis di Indonesia seharusnya memiliki fasilitas yang memadai, staf pengajar yang berkompetensi, kurikulum yang tepat, dan memiliki sistem administrasi dan birokrasi yang baik dan tidak berbelit-belit. Akan tetapi, pada kenyataannya, sekolah-sekolah gratis adalah sekolah yang terdapat di daerah terpencil yang kumuh dan segala sesuatunya tidak dapat menunjang bangku persekolahan sehingga timbul pertanyaan ,”Benarkah sekolah tersebut gratis? Kalaupun iya, ya wajar karena sangat memprihatinkan.”<br />
<br />
<h2>Penyelenggaraan Pendidikan yang Berkualitas</h2><br />
<em>”Pendidikan bermutu itu mahal”</em>. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, — sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.<br />
<br />
<br />
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang kadang berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”.<br />
<br />
Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.<br />
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.<br />
<br />
<h2>Privatisasi dan Swastanisasi Sektor Pendidikan</h2><br />
Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).<br />
<br />
Dalam APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.<br />
<br />
Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan miskin.<br />
<br />
Hal senada dituturkan pengamat ekonomi <strong>Revrisond Bawsir</strong>. Menurut dia, privatisasi pendidikan merupakan agenda kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.<br />
<br />
Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Perancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.<br />
<br />
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk cuci tangan.***</div></td></tr>
</tbody></table><br class="Apple-interchange-newline" />pendidikanhttp://www.blogger.com/profile/01828291730345725799noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8230010465623052244.post-80828169055734029152011-11-18T23:54:00.001-08:002011-11-18T23:54:00.348-08:00pendidikanhttp://www.blogger.com/profile/01828291730345725799noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8230010465623052244.post-17515034951499543822011-11-18T06:16:00.000-08:002011-11-26T00:34:52.039-08:00Guru yang Efektif<div style="text-align: justify;">Mengutip pemikiran Davis dan Margareth A. Thomas dalam bukunya <em>Effective Schools and Effective Teachers,</em> Suyanto dan Djihad Hisyam (2000:29) mengemukakan tentang beberapa kemampuan guru yang mencerminkan guru yang efektif, yaitu mencakup :<span id="more-15506"></span></div><div style="text-align: center;"><img alt="Guru efektif" border="0" src="http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2009/02/guru-galak.gif?w=200" width="200" /><br />
<a name='more'></a></div><div style="text-align: justify;"><strong>1. Kemampuan yang terkait dengan iklim kelas</strong> :</div><ul style="text-align: justify;"><li>memiliki kemampuan interpersonal, khususnya kemampuan untuk menunjukkan empati, penghargaan kepada siswa, dan ketulusan;</li>
<li>memiliki hubungan baik dengan siswa;</li>
<li>secara tulus menerima dan memperhatikan siswa;</li>
<li>menunjukkan minat dan anthusias yang tinggi dalam mengajar;</li>
<li> mampu menciptakan atmosfer untuk bekerja sama dan kohesivitas dalam kelompok; melibatkan siswa dalam mengorganisasikan dan merencanakan kegiatan pembelajaran;</li>
<li>mampu mendengarkan siswa dan menghargai hak siswa untuk berbicara dalam setiap diskusi; dan</li>
<li>meminimalkan friksi-friksi di kelas jika ada.</li>
</ul><div style="text-align: justify;"><strong>2 Kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen</strong> :</div><ul style="text-align: justify;"><li>memiliki kemampuan secara rutin untuk mengahadapi siswa yang tidak memiliki perhatian, suka menyela, mengalihkan pembicaraan, dan mampu memberikan transisi dalam mengajar; serta</li>
<li>mampu bertanya atau memberikan tugas yang memerlukan tingkatan berfikir yang berbeda.</li>
</ul><div style="text-align: justify;"><strong>3. Kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik dan penguatan (<em>reinforcement</em>)</strong> :</div><ul style="text-align: justify;"><li> mampu memberikan umpan balik yang positif terhadap respon siswa;</li>
<li>mampu memberikan respon yang membantu kepada siswa yang lamban belajar;</li>
<li>mampu memberikan tindak lanjut terhadap jawaban yang kurang memuaskan; dan</li>
<li>mampu memberikan bantuan kepada siswa yang diperlukan.</li>
</ul><div style="text-align: justify;"><strong>4. Kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri</strong> :</div><ul style="text-align: justify;"><li>mampu menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif;</li>
<li>mampu memperluas dan menambah pengetahuan metode-metode pengajaran; dan</li>
<li>mampu memanfaatkan perencanaan kelompok guru untuk menciptakan metode pengajaran.</li>
</ul>pendidikanhttp://www.blogger.com/profile/01828291730345725799noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8230010465623052244.post-67016439645297217702011-11-12T00:39:00.000-08:002011-11-26T00:42:25.927-08:00olah raga<div class="baner_a"><div class="wp_bannerize_tengah_detail"><ul><li><a href="http://seputarnusantara.com/?page_id=8" rel="nofollow" target="_blank"><img alt="banner 480 x
75" height="75" src="http://seputarnusantara.com/wp-content/uploads/2010/11/banner480x75.png" width="480" /></a></li>
</ul></div></div><h2>Olah Raga Renang, Sangat Bagus Bagi Kesehatan</h2><div id="gamb2"><img alt="Olah Raga Renang, Sangat Bagus Bagi Kesehatan" class="left" src="http://seputarnusantara.com/wp-content/uploads/2011/08/renang.jpg" width="275" /></div><span class="date">27 - Aug - 2011 | 2:01 am | kategori:<a href="http://seputarnusantara.com/?cat=36" rel="category" title="View all posts in
Kesehatan">Kesehatan</a></span> <strong>Jakarta. Seputar Nusantara.</strong> Sistem pernafasan dan peredaran darah ke seluruh tubuh yang baik sangat tergantung pada kondisi paru-paru yang sehat. Untuk itu jauhi kebiasaan yang bisa memperburuk paru-paru seperti merokok dan lakukan olahraga yang terbaik untuk paru-paru yaitu renang.<br />
American Lung Association menjelaskan manusia mengambil sekitar 20.000 napas per harinya. Setiap napas yang masuk akan melalui sistem pernapasan yaitu hidung, tenggorokan, trakea dan paru-paru. Oksigen dari napas ini akan dialirkan ke seluruh pembuluh darah lalu masuk ke masing-masing sel<br />
<a name='more'></a>.<br />
Profesor Jeremy Barnes menuturkan olahraga tertentu bisa membuat seseorang jauh lebih baik dalam mengangkut dan menggunakan oksigen. Olahraga yang tepat seperti renang mampu meningkatkan volume darah sehingga lebih banyak oksigen yang masuk ke dalam paru-paru dan otot serta lebih efisien dalam pelepasan karbon dioksida.<br />
<br />
“Lingkungan sekitar kolam renang membuat sistem pengiriman oksigen menjadi labih baik ketika seseorang tengah berbaring,” ujar Jim Miller, salah satu tim dokter untuk atlet renang Amerika Serikat, seperti dikutip dari Livestrong, Sabtu (27/8/2011).<br />
Hal ini karena saat berenang seseorang melakukan latihan pernapasan seperti mengambil, menahan dan mengeluarkan napas yang berfungsi bisa meningkatkan efektivitas dari paru-paru sehingga bisa bekerja lebih optimal dan sehat.<br />
Renang juga memiliki manfaat lainnya bagi kesehatan seperti memberikan latihan kardiovaskular yang sangat baik sehingga mampu memperkuat otot jantung dan meningkatkan pengiriman oksigen ke bagian tubuh yang berbeda.<br />
Selain itu renang bisa meningkatkan kekuatan dan fleksibilitas, stamina otot dan keseimbangan, fisik dan postur tubuh yang lebih baik, obat yang efektif dan cepat dalam hal penyembuhan otot.<br />
<strong>Sisi positif olahraga renang adalah:</strong><br />
<strong></strong><br />
<strong>1. Kemampuan membakar kalori : 350-700 kalori per jam<br />
</strong><br />
<strong>2. Risiko cedera : sangat minim</strong><br />
olahraga ini memiliki dampak risiko yang lebih rendah pada tungkai, sendi dan otot karena adanya sifat mendukung dari air. Studi menunjukkan olahraga dalam air setinggi pinggang akan mengurangi tekanan pada sendi sebesar 50 persen, jika setinggi dada mengurangi tekanan pada sendi sebanyak 75 persen. Hal ini membuat olahraga kolam bagus untuk orang yang baru pulih dari cedera.<br />
<strong>3. Efek terhadap tubuh</strong> : renang memberikan manfaat bagi tubuh secara menyeluruh, tapi secara konsisten bisa membangun kepadatan kaki, punggung, bahu dan otot lengan.<br />
<strong>4. Manfaat kardio </strong>: renang melatih tubuh agar bisa menggunakan oksigen secara efisien.<br />
<strong>5. Biaya</strong> : olahraga renang terbilang murah dari segi peralatan, yang dibutuhkan hanya sebuah akses mudah untuk masuk ke kolam renang.<br />
<strong>4. Tidak dianjurkan pada </strong>: olahraga renang tidak dianjurkan pada orang yang fobia terhadapendidikanhttp://www.blogger.com/profile/01828291730345725799noreply@blogger.com0